Model Kewirausahaan Sosial, Konsep, Inovasi Sosial, Pembangunan Ekonomi, Perkembangan Kewirausahaan Sosial di Indonesia

Membangun model kewirausahaan sosial sebagai konsep inovasi sosial untuk pembangunan ekonomi

Social Entrepreneurship 

Banyak tantangan sosial yang masih harus diatasi di beberapa negara, seperti kemiskinan ekstrem dan kurangnya akses universal ke perawatan kesehatan dan pendidikan. 

Dalam lingkungan global, kewirausahaan sosial memiliki potensi untuk menawarkan berbagai solusi sosial dengan menerapkan pendekatan kewirausahaan dan kekuatan inovasi sosial untuk mengatasi tantangan sosial yang ada. 

Makalah ini mencoba memberikan gambaran literatur tentang konsep kewirausahaan sosial. 

Latar belakang sejarah, karakteristik dan model bisnis wirausaha sosial yang efektif. 

Kewirausahaan sosial dianggap sebagai wirausaha sosial yang berupaya menciptakan nilai lebih besar bagi masyarakat. Konsep ini telah dikembangkan di berbagai universitas. 

Pengusaha sosial berbeda dari pengusaha dalam misi mereka. Peran kewirausahaan sosial bagi masyarakat juga dibahas dalam makalah ini. Diskusi terakhir akan fokus pada contoh orang dan organisasi di Indonesia yang telah berhasil menerapkan konsep ini ke dalam kegiatan bisnis mereka dan dampak potensial dari kewirausahaan sosial terhadap pembangunan ekonomi.

Masalah pengangguran merupakan masalah yang dihadapi oleh setiap negara, demikian pula yang terjadi di Indonesia, masalah pengangguran dan tenaga kerja di Indonesia masih menjadi persoalan yang perlu disikapi secara serius. Terlebih, dari data yang disampaikan Bank Dunia, kawasan Asia Timur memiliki tantangan besar terkait meluasnya pengangguran.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data situasi angkatan kerja di Indonesia. Tingkat Pengangguran Publikasi (TPT) Februari 2015 sebesar 5,81%, naik dari TPT Februari 2014 (5,70%). Data tersebut menunjukkan bahwa hingga Februari 2015, angkatan kerja berpendidikan SD ke bawah masih menyumbang 5,19%, sedangkan yang berpendidikan sarjana ke atas hanya 8,29%. 

Tingginya angka pengangguran di Indonesia juga dipengaruhi oleh kualitas pekerjaan di Indonesia yang memprihatinkan baik dari segi kualifikasi maupun keterampilan. 

Pengembangan sumber daya manusia tidak menunjukkan hasil yang menjanjikan. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa menempati peringkat ke-110 dari 187 negara. Catatan mereka menempatkan Indonesia dalam kategori pembangunan manusia moderat. 

Tingkat pengangguran yang cukup tinggi memang dapat menimbulkan masalah sosial: kemiskinan. 

Diperlukan beberapa solusi praktis untuk mengatasi permasalahan sosial akibat tingginya pengangguran akibat terbatasnya kesempatan kerja. 

Situasi ini akan diperburuk oleh situasi persaingan global (misalnya penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) yang membuat lulusan perguruan tinggi Indonesia dapat bersaing bebas dengan lulusan perguruan tinggi asing. 

Oleh karena itu, lulusan perlu dibimbing dan didukung tidak hanya untuk menemukan arah mereka sebagai pencari kerja, tetapi juga untuk mempersiapkan mereka untuk menciptakan lapangan kerja (Sharti dan Sirine, 2009). 

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan sosial yang saat ini menjadi perhatian utama negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, adalah melalui kewirausahaan atau pembangunan sosial yang biasa disebut dengan kewirausahaan sosial. 

Ketika bidang yang relatif baru berkembang, berbagai pendapat yang saling bertentangan akan muncul tentang apa itu kewirausahaan sosial, dan apa yang dikenal sebagai kewirausahaan sosial. 

Opini dan rumusan yang ada cenderung menggambarkan tipe-tipe kewirausahaan sosial yang baik, beserta karakteristik peran dan aktivitasnya. Mungkin juga ada lebih dari satu jenis wirausaha sosial, berdasarkan bukti bahwa ada berbagai jenis wirausahawan. Makalah ini mengkaji banyak formulasi kewirausahaan sosial yang didefinisikan oleh organisasi dan pakar di bidangnya.

Rumusan Masalah 

Untuk memperjelas apa peran kewirausahaan sosial sebagai ide inovatif dalam pembangunan ekonomi, kami merumuskan masalah berikut berdasarkan latar belakang di atas. 

Bagaimana Kewirausahaan Sosial Berkembang di Indonesia?

Apa peran kewirausahaan sosial dalam pembangunan ekonomi negara?

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tinjauan literatur tentang praktiknya. Topik yang dibahas dalam artikel ini meliputi konsep kewirausahaan sosial, karakteristik kewirausahaan sosial, model bisnis dan aspek kewirausahaan sosial, contoh kewirausahaan sosial di Indonesia, dan peran kewirausahaan sosial dalam pembangunan ekonomi. 

TINJAUAN TEORITIS 

Konsep Kewirausahaan Sosial 

Definisi kewirausahaan sosial telah dikembangkan di berbagai bidang yang mencakup nirlaba, nirlaba, sektor publik dan kombinasi dari ketiganya. Menurut Bill Drayton (pendiri Ashoka Foundation), sebagai pencetus social entrepreneurship, ada dua hal sentral dalam social entrepreneurship. Pertama, adanya inovasi sosial, yang dapat mengubah sistem masyarakat yang ada. Kedua, di balik ide-ide inovatif tersebut terdapat individu-individu yang memiliki visi, kreativitas, entrepreneurship (jiwa wirausaha) dan etika. Hulgard (2010) secara lebih luas merangkum definisi kewirausahaan sosial sebagai penciptaan nilai sosial melalui kolaborasi dengan individu atau organisasi masyarakat lain yang terlibat dalam inovasi sosial, biasanya menyiratkan kegiatan ekonomi.

Kewirausahaan sosial adalah istilah yang berasal dari kewirausahaan. Sosial berarti masyarakat dan Kewirausahaan merupakan gabungan dari dua kata yang berarti wirausaha. Definisi sederhana wirausahawan sosial adalah seseorang yang memahami masalah sosial dan menggunakan keterampilan wirausaha untuk membawa perubahan sosial, terutama di bidang kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan (Cukier, 2011). 

Hal ini sesuai dengan apa yang ditemukan Schumpeter dalam Sledzik (2013), yang menunjukkan bahwa wirausahawan adalah orang yang mencoba membobol sistem yang ada dengan memperkenalkan yang baru. Jelas bahwa wirausahawan sosial juga memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan. Definisi lainnya adalah seseorang yang berani melangkah keluar dari ranah yang sudah mapan. Berbeda dengan kewirausahaan bisnis, hasil yang dicapai dalam kewirausahaan sosial tidak hanya keuntungan, tetapi juga dampak positif bagi masyarakat. 

Wirausahawan sosial adalah agen perubahan, mewujudkan cita-cita mengubah dan meningkatkan nilai-nilai sosial serta dapat menjadi penemu berbagai peluang perbaikan (Santosa, 2007). 

Wirausahawan sosial selalu terlibat dalam proses inovasi, adaptasi dan pembelajaran, bertindak terus menerus terlepas dari hambatan atau keterbatasan yang mereka hadapi, dan bertanggung jawab kepada masyarakat atas hasil yang mereka capai. 

Definisi menyeluruh di atas memberikan pemahaman bahwa kewirausahaan sosial terdiri dari empat komponen utama: nilai-nilai sosial, masyarakat sipil, inovasi dan kegiatan ekonomi (Palesangi, 2013). 

- Nilai sosial. Ini adalah elemen paling khas dari kewirausahaan sosial, membawa manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat dan sekitarnya. 

- Masyarakat Sipil. Kewirausahaan sosial umumnya muncul dari inisiatif dan partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di masyarakat. 

- Inovasi. Kewirausahaan sosial memecahkan masalah sosial dengan cara yang inovatif, seperti menggabungkan kearifan lokal dengan inovasi sosial. 

- Kegiatan ekonomi. Kewirausahaan sosial umumnya berhasil menemukan keseimbangan antara kegiatan sosial dan bisnis. 

Kegiatan bisnis/ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan keberlanjutan misi sosial organisasi. 

Kewirausahaan sosial yang semula dianggap sebagai kegiatan “nirlaba” (termasuk kegiatan filantropi), kini telah bergeser menjadi kegiatan yang berorientasi pada perusahaan (entrepreneurial private business activity) dan sekarang disebut wirausaha sosial. 2014).

Seperti yang ditunjukkan dalam diagram berikut oleh Alter (2006), kewirausahaan sosial saat ini berada di persimpangan jalan antara organisasi bisnis non-profit dan murni. Itu harus digunakan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Tujuan inovasi adalah untuk mengubah atau memperbaiki keadaan yang ada menjadi lebih baik, namun tidak semua perubahan dapat disebut inovasi (Saiman, 2011). 

Inovasi sosial dikaitkan dengan peningkatan hubungan sosial dan peningkatan kesejahteraan (Moulaert et al., 2013). 

Moulaert (2013) juga berpendapat bahwa inovasi sosial dapat dimulai di mana saja dalam perekonomian, tidak hanya di sektor nirlaba, tetapi juga di sektor publik dan swasta. Di sisi lain, inovasi sosial tidak terbatas pada masalah kesejahteraan, tetapi juga dapat terkait dengan masalah perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. 

Inovasi sosial berkaitan erat dengan kewirausahaan sosial. Inovasi sosial menjadi dasar bagaimana wirausahawan sosial menjalankan bisnis dan aktivitasnya dalam rangka meningkatkan sistem, menemukan pendekatan baru, dan menemukan cara untuk menciptakan solusi untuk perubahan lingkungan yang lebih baik (Widiastusy, 2011). 

Seorang wirausahawan sosial mencari cara inovatif untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan sambil menciptakan nilai sosial (Mort dan Weerawardena, 2003). 

Aspek Kewirausahaan Sosial 

Pelaksanaan kewirausahaan sosial tentunya dipengaruhi oleh beberapa aspek. Menurut Dees (2002), ada beberapa aspek yang mempengaruhi kewirausahaan sosial. Proses mendefinisikan tujuan atau misi. 

Misi adalah apa yang harus dicapai organisasi untuk mewujudkan tujuannya dan menjadi sukses. Misi sangat penting bagi karyawan dan pemangku kepentingan yang terlibat dalam organisasi untuk mengetahui tentang organisasi dan perannya, program dan hasil yang ingin dicapai di masa depan. 

Proses Identifikasi dan Evaluasi Peluang 

Identifikasi dan evaluasi peluang adalah salah satu aspek terpenting dari kepemimpinan kewirausahaan sosial. Dalam kewirausahaan sosial, peluang dipandang sebagai hal baru dengan cara berbeda untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial. Berbagai ide menarik lahir, namun tidak semua ide menarik tersebut dapat diubah menjadi peluang untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial. 

Wirausahawan sosial harus berusaha mengidentifikasi peluang untuk menciptakan atau mempertahankan nilai sosial. Mengevaluasi peluang adalah proses yang menggabungkan data dan naluri. Metode ini adalah sains dan seni. Kumpulkan informasi yang diperlukan terkait dengan ukuran, jangkauan, dan waktu yang tersedia. Pada akhirnya, tentu saja, setiap proses pengambilan keputusan membutuhkan naluri yang kuat. 

Proses Manajemen Risiko 

Wirausahawan sosial menghadapi risiko dan tantangan dalam mewujudkan misi dan gagasannya. Risiko adalah peluang yang tidak terduga. Dua elemen yang unik untuk risiko adalah, pertama, bahwa risiko tidak memperhitungkan sisi negatifnya, sehingga dapat didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan. Elemen risiko kedua adalah potensi hasil yang tidak diinginkan untuk benar-benar terjadi. 

Oleh karena itu, dalam mewujudkan ide dan gagasannya, wirausahawan sosial harus memperhitungkan semua yang akan datang. Hambatan kewirausahaan sosial dapat muncul secara tidak terduga. 

Mengidentifikasi dan Menarik Pelanggan Konsumen atau pelanggan dalam kewirausahaan sosial sedikit berbeda dari konsumen dalam bisnis biasa. 

Dalam definisi kewirausahaan sosial, konsumen adalah mereka yang berhasil mendukung misi sosial. Partisipasi ini dapat berupa menggunakan jasa, berpartisipasi dalam kegiatan, menjadi sukarelawan, menyumbangkan dana atau barang untuk amal, atau bahkan membeli jasa atau produk yang dihasilkan oleh organisasi. Fokus kewirausahaan sosial adalah menyalurkan hasil dari semua sumber daya untuk menciptakan nilai sosial. 

Identifikasi pelanggan sangat penting karena pelanggan adalah pasar untuk barang dan jasa Anda.

Peramalan Arus Kas Agar tetap aktif, wirausahawan sosial harus dapat memperkirakan kebutuhan likuiditas bisnis mereka. Mereka harus memutuskan bagaimana mendapatkan uang agar bisnis tetap berjalan. Tentu saja, tugas ini lebih rumit bagi wirausahawan sosial daripada wirausahawan biasa.Ya, tetapi dalam banyak kasus, pendapatan dari layanan yang diberikan jauh dari biaya operasional yang diperlukan. 

Dalam kasus seperti itu, rencana donasi harus dirancang dengan hati-hati dan realistis, karena dana apa pun dapat mengisi kekosongan tersebut. Masuk akal. 

Tantangan bagi wirausahawan sosial adalah mereka harus selektif dalam merencanakan arus kas (cash flow) agar kegiatan mereka tetap sesuai dengan misi yang telah ditetapkan. 

Model Bisnis Kewirausahaan Sosial 

Osterwalder dan Pigneur (2010) mendefinisikan model bisnis sebagai alasan bagaimana sebuah organisasi menciptakan dan memberikan nilai. Model bisnis adalah cara berpikir tentang bagaimana perusahaan menghasilkan uang. Model bisnis dan bentuk organisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Seperti halnya bisnis pada umumnya, peluang kewirausahaan sosial perlu didukung oleh model bisnis yang cerdas dan realistis. 

Wirausahawan sosial dapat membuat model bisnis baru yang modelnya dapat meningkatkan kinerja wirausahawan sosial. Beberapa referensi model bisnis kewirausahaan sosial menyarankan untuk merancang model bisnis kewirausahaan sosial, seperti yang ditunjukkan pada diagram di bawah ini (Grassl, 2012). Bisnis yang dibangunnya dapat menemukan nilai secara individual sebagai ekosistem atau secara kolektif secara keseluruhan. 

Kewirausahaan sosial memiliki 'sarang' ketika sebuah organisasi dapat mengandalkan kerjasama di lingkungannya dan bekerja secara intensif dengan para pemangku kepentingan. 

Informasi yang diterima dari pelanggan tentang perubahan yang terjadi di pasar dapat diartikan sebagai sinyal dinamis dari kewirausahaan sosial. Pelaku atau komunitas wirausaha sosial perlu mengasimilasi dan memproses informasi ini secara efisien untuk menghasilkan nilai sosial yang dicarinya. 

Proses ini dikenal sebagai metafiltering. 

Mengenai metode bisnis, wirausahawan sosial menciptakan organisasi hibrida yang mengadopsi metode bisnis, tetapi hasil akhirnya adalah penciptaan nilai sosial (Winarto, 2008).

Perkembangan Kewirausahaan Sosial di Indonesia 

Mencermati Perkembangan Kewirausahaan Sosial di Indonesia Fenomena yang sangat menarik saat ini karena berbeda dengan wirausahawan. Konsep kewirausahaan sosial mencapai puncaknya pada dekade 2006. Di mata dunia internasional, peraih Nobel Perdamaian Mohammad Yunus terbukti atas kiprahnya di bidang ekonomi mikro, khususnya bagi perempuan Bangladesh. Ini adalah pengakuan dan penghargaan bagi wirausahawan sosial. 

Sejak itu, terjadi perdebatan sengit tentang kewirausahaan sosial, termasuk di Indonesia. Mengingat kisah sukses Moh, ini masuk akal. Faktanya, Yunus yang mengusung konsep Grammen Bank sebagai upaya penyelesaian masalah sosial di negaranya sendiri tidak jauh berbeda dengan  masalah sosial yang terjadi di Indonesia. Konsep kewirausahaan sosial tampaknya menjadi cara berpikir lain yang dapat memecahkan masalah sosial yang kompleks yang terjadi di Indonesia. 

Awalnya dianggap sebagai kegiatan "nirlaba" (termasuk kegiatan filantropi), kewirausahaan sosial sekarang bergeser ke kegiatan yang berorientasi bisnis (kegiatan perusahaan swasta kewirausahaan). Kesuksesan legendaris  Grameen Bank dan Grameen Phone di Bangladesh merupakan contoh perubahan arah dalam penyampaian program kewirausahaan sosial. Ini merupakan insentif bagi dunia usaha untuk terlibat dalam kegiatan kewirausahaan sosial karena  dapat menghasilkan manfaat ekonomi. 

Kompleksitas permasalahan sosial yang dihadapi di Indonesia  telah mendorong tumbuhnya berbagai komunitas wirausaha sosial, dua di antaranya adalah Asosiasi Pengusaha Sosial Indonesia (AKSI) dan sederajatnya di Indonesia. 

Di bawah ini adalah profil singkat dari kedua komunitas tersebut. kemajuan nasional. Yayasan Setara Indonesia membantu UKM dan koperasi untuk  mengakses peluang dan peluang tersebut, sehingga memungkinkan mereka untuk tumbuh dan berkembang. Fokus utama Indonesia Setara adalah membangun kapasitas dan jaringan. Indonesia Setara  membuka akses pendidikan, akses  permodalan,  akses  sumber daya dan jaringan. 

Melalui gerakan yang diprakarsai oleh Sandiaga Uno ini, masyarakat diharapkan memiliki semangat juang untuk mengubah hidup mereka, mulai dari diri sendiri, keluarga, komunitas dan komunitas. 

Gerakan Kesetaraan Indonesia  berfokus pada pemberdayaan UMKM. Ini adalah kunci utama untuk meningkatkan peluang negara 'bertahan hidup'. Indonesia Setara juga  aktif mengunjungi universitas dan organisasi sebagai 'keterlibatan' langsung untuk mengajak masyarakat melakukan perubahan menuju kesetaraan. 

Asosiasi Pengusaha Sosial Indonesia (AKSI) 

AKSI adalah wadah atau organisasi yang menjaring wirausahawan sosial dari seluruh Indonesia dengan visi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya wirausaha sosial di Indonesia. Misi AKSI adalah: 

1.  Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kewirausahaan sosial di Indonesia. 

2. Mempromosikan kewirausahaan sosial yang berkelanjutan melalui layanan pengembangan kapasitas. 

3. Memperkuat engagement dan engagement di bidang sosial dengan berjejaring dengan berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional, regional, dan internasional, baik di bidang kewirausahaan sosial maupun lintas sektor. 

AKSI adalah kelompok wirausaha sosial yang bertujuan  membangun pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan melalui inovasi di bidang sosial. 

AKSI lahir dari keprihatinan atas  situasi masyarakat Indonesia yang menghadapi banyak masalah sosial seperti kemiskinan dan perusakan lingkungan. Beberapa program yang dimiliki AKSI antara lain penguatan keanggotaan, penguatan gerakan kewirausahaan di Indonesia, dan penguatan kelembagaan asosiasi.

AKSI juga aktif mengembangkan kewirausahaan sosial dan berkeliling ke pelosok untuk membantu menyelesaikan masalah sosial di sana. 

Kesadaran Kewirausahaan Sosial di Indonesia 

Dengan munculnya komunitas kewirausahaan sosial di Indonesia, kesadaran kewirausahaan sosial oleh berbagai pemangku kepentingan menjadi nyata. 

Pengesahan ini juga tercermin dalam pencairan dana yang diperebutkan oleh berbagai wirausahawan sosial melalui berbagai proyek yang diusulkan oleh asosiasi wirausaha sosial. Dana tersebut tidak disediakan secara eksklusif oleh pemerintah, tetapi pemerintah berhak memastikan kepentingan penerima dana. Hal ini untuk memastikan bahwa dana tersebut tidak disalahgunakan oleh penerima. Pengusaha sosial yang menerima hibah  tentu saja akan mengerjakan proyek yang  bermanfaat bagi komunitas mereka. 

Menciptakan lapangan kerja, mengurangi tunawisma, dan memperbaiki lingkungan. Pemerintah kemudian meninjau kembali dana yang dikeluarkan. 

Pemerintah akan meninjau manfaat yang diterima dari subjek proyek. 

Kesadaran akan keberadaan kewirausahaan sosial di Indonesia semakin diperkuat dengan diumumkannya Penghargaan Kewirausahaan Sosial yang diselenggarakan oleh sejumlah lembaga, termasuk firma konsultan Ernst and Young. Ernst and Young telah memperluas jenis penghargaan yang mereka tawarkan dengan menetapkan kewirausahaan sosial sebagai salah satu kategori penghargaan mereka. Selain itu, ada juga Ksara Swadaya Award yang digagas oleh Yayasan Bina Swadaya, Ksara Swadaya Award diberikan kepada  pelaku bisnis, motivator, Award kepada kelompok, penulis dan media. kewiraswastaan. 

Banyak organisasi telah mencoba membangun kewirausahaan sosial di seluruh dunia, seperti Ashoka Fellows. 

Pelaku Kewirausahaan Sosial di Indonesia 

Bidang Kewirausahaan Sosial didasarkan pada bidang yang lebih luas: Kewirausahaan. 

Kewirausahaan dikembangkan dengan menggunakan data empiris dari dunia usaha. Banyak inisiatif pembinaan wirausaha yang bermanfaat sebagai acuan pembinaan wirausaha sosial. 

Mengejar dunia social entrepreneurship membutuhkan komitmen dan kemauan yang tinggi untuk mengorbankan segalanya mulai dari uang, waktu dan pantang menyerah. Dan Indonesia beruntung memiliki wirausahawan sosial yang cukup untuk mendukung tumbuhnya wirausaha sosial dalam kelompok masyarakat. Di bawah ini adalah  contoh kelompok dan individu yang terlibat dalam kewirausahaan sosial di Indonesia yang telah memenangkan berbagai penghargaan. 

Kelompok  Tani Perempuan Tunas Mekar : Salah satu pengurus Simantri yang sangat berhasil mendongkrak perekonomian para petani yang tergabung dalam Sistem Tani Terpadu (Simantri).Melalui percobaan kami dan hasil berbagai pencarian di Internet, kami telah menghasilkan berbagai produk  sampingan dari susu kambing Ettawa, antara lain batangan, sabun cair, dan kerupuk susu kambing. Saat itu saya belum puas  dan mulai mencoba membuat body scrub dan hand body lotion dari susu kambing. Semua produk tersebut dipadukan dengan berbagai produk pertanian antara lain pepaya, lidah buaya, coklat, kopi, serai, mengkudu, dan stroberi. Pemasaran berbagai produk ini tersebar di seluruh Bali, dari Banyuwangi hingga Malang. Pangsa pasar masih sangat terbuka karena permintaan yang terus meningkat. 

Di sisi lain, produk sampingan seperti bio-urine, biogas, dan pupuk efektif selama  anggota Kapokutan memanfaatkannya secara maksimal. Pupuk dan biourin digunakan petani dalam mengelola tanaman kopi Robusta seluas 110 hektar yang merupakan salah satu produk pertanian unggulan daerah.Semangat, kerja keras, ketekunan, inovasi dan kreativitas, serta jiwa wirausaha adalah kunci keberhasilan Pertanian Terpadu Sistem  (Simantri)  di Bali.

2. Srini Maria: Ibu Buncis  Merapi Konsep yang dikembangkan  Srini adalah menerapkan metode pola tanam kepada  petani khususnya petani perempuan di Desa Sengi, Magelang. Karena Desa Sengi merupakan desa yang sangat dekat dengan Gunung Merapi, maka kawasan tersebut sering disebut kawasan KRB III, dan kawasan Sengi berjarak ± 8 Km dari puncak Gunung Merapi, sehingga merupakan kawasan rawan bencana. Mata pencaharian masyarakat di Desa Sengi meliputi pertanian, perkebunan, peternakan dan perdagangan, sebagian  berwiraswasta dan bekerja. 

Berikut pengembangan usaha yang telah dilakukan Srini bersama anggota kelompoknya: Ia menanam kacang semak di lahan seluas 00 meter persegi. 

 Dari daerah ini, ekspor bisa dimulai dengan mengirimkan 25-30 kilogram (kg) kacang merah ke Singapura melalui Pitoyo, seorang petani dan pengumpul sayur dari Kabupaten Semarang. 

- Dengan berkembangnya ekspor, jumlah anggota bertambah menjadi 2 anggota. Anggotanya tidak hanya berasal dari Dusun Gowok Ringin, tetapi juga  dari dua pemukiman tetangga, Dusun Gowok Sablan dan Dusun Gowok Pos, serta Desa Trogorele di Boyolali. 

Luas tanam kedelai Merapi Asri Group mencapai 1 hektar. 

- Pelopor dalam budidaya bit untuk ekspor. Buah bit yang disebut-sebut dapat menguatkan darah, mengobati diabetes, dan digunakan untuk  pewarna alami makanan, antara lain, akan diekspor ke Singapura  dengan nilai pesanan Rs..000. 

Dalam kegiatan ini, dampak terhadap harga jual buncis  untuk ekspor jauh lebih tinggi dibandingkan  di pasar dalam negeri. Selain  ekspor,  Merapi Asri Group terus bekerja sama dengan  pengepul sayuran di Provinsi Semarang untuk membantu mendistribusikan kacang merah di pasar lokal. Kewirausahaan sosial yang dimulai Srini mendorong  perempuan dan semua petani untuk tetap terdepan dalam perkembangan pasar. Oleh karena itu, petani tidak selalu terpengaruh oleh harga sayuran di pasar lokal. 

3. Baban Sarbana: Menghubungkan  anak yatim  dengan dunia melalui jaringan online untuk masa depan yang lebih cerah Baban Sarbana adalah pendiri Yayasan Pusat Pembelajaran Sains Bermanfaat (ILNA) 

. Yayasan ini memulai Pondok Yatim Mandiri sejak Maret 2010 dengan sebuah gerakan sosial bernama YatimOnline. YatimOnline telah mendapat penghargaan sebagai Aksi Inspiratif KlikHati Award 2010, Ten Outstanding Young Person 2012 dari Junior Chamber International – Indonesia, Episode “Sang Juara” di  BChannel TV, Indonesia Changemakers 

Forum, bermitra dengan Dompet Dhuafa untuk program “Muliakan Anak Yatim”, 

bermitra dengan BAZNAS untuk pendirian Rumah Pintar Ciapus. Fokus kegiatan YatimOnline di bidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan. 

 -Di Bidang Pendidikan, YatimOnline mendirikan Rumah Pintar Ciapus, Raudhatul Athfal An- Nahlya  (pendidikan anak), dan Pustaka Desa;  selain memberikan beasiswa kepada siswa berprestasi.  Di bidang Kesehatan, secara rutin melakukan program Dokter Keluarga Yatim Dhuafa, yaitu pelayanan kesehatan gratis kepada warga yang dilaksanakan 3 bulan sekali serta RUTIL  Di bidang Ekonomi, membentuk Kelompok Usaha Bernama Yatim Dhuafa, yaitu lembaga rintisan micro finance yang memberikan pinjaman bagi para Bunda Yatim Dhuafa yang memiliki usaha yang sudah berjalan dan memerlukan bantuan modal, Taruna Wirausaha, peluang bekerja/berusaha bagi anak-anak yang ingin menambah penghasilan serta rintisan Sedawai (Sekolah Desa Wirausaha Indonesia). 

Elang Gumilang : Kredit Pemilikan Rumah Sederhana bersubsidi (KPRS) 

Pemuda kelahiran 1985 ini mencoba menangkap peluang dalam bisnis properti sekaligus membantu golongan ekonomi menengah kebawah untuk memiliki rumah. Sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Elang adalah presiden Elang Group, sebuah kelompok pembangun rumah. 

 Pada tahun 2007, Elang bermitra dengan Bank Tabungan Negara (BTN) untuk memberikan Kredit Pemilikan Rumah Dasar (KPRS) Subsidi kepada mereka yang berpenghasilan bulanan kurang dari Rp 2,5 juta. Harga mulai Rp 25 juta (tipe 21/60), 5% p.a. hingga Rp 55 juta (tipe 36/72) seharga 7,5% p.a. Harga berkisar antara Rp25.000 hingga Rp90.000 per bulan. Proyek pembukaan kompleks perumahan Griya Salak Endah sukses dengan lebih dari 50  rumah terjual. Pembelinya adalah pekerja, dealer, mekanik ban dan guru. 

Pemenang Penghargaan Pengusaha Muda Independen Terbaik Indonesia tahun 2007, ia terinspirasi untuk menyediakan perumahan yang terjangkau bagi 'orang kecil' yang kesulitan membelinya. 

Fajri Mulya Iresha : Zero Waste Indonesia, Saat Indonesia Targetkan Zero Waste Itu Dari mengedukasi masyarakat tentang pengumpulan sampah organik dan non-organik hingga mempromosikan bank sampah di sekitar Depok. 

Dan Kekhawatiran Fajri terhadap para pemulung dan kaum marginal yang ikut serta dalam pemberdayaan ini. Kehadiran Zero Waste Indonesia di salah satu bank nasional di Indonesia telah berhasil menggalakkan sekitar 25 bank sampah yang masing-masing berisi sekitar 30  keluarga, dengan total 500 hingga 500 bank sampah yang diikuti 750 orang. Zero Waste memberdayakan karyawan dari pemulung, pemuda pengangguran dan latar belakang pengguna narkoba, dan hingga saat ini, Fajri telah menghasilkan 200 kg sampah plastik per hari dan memiliki rata-rata penjualan per unit adalah 30 juta. 

Hasil ini menunjukkan bahwa menabung sampah non-organik dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, dan sebagian dari hasil tabungan di Bank Sampah akan digunakan untuk membangun infrastruktur lingkungan. 

Zero Waste Indonesia meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pembuangan dan pilihan sampah  rumah tangga, memberdayakan pemulung dan  mantan pengguna narkoba yang terpinggirkan yang bekerja di Zero Waste Indonesia untuk mengurangi  kerusakan lingkungan akibat sampah plastik. masalah. Kegiatan Zero Waste Indonesia telah diperkenalkan di beberapa daerah seperti  Jambi dan Pekanbaru. Rencana pengembangan  Zero Waste Indonesia ke depan bertujuan untuk bekerja sama dengan relawan mahasiswa untuk membuat kerajinan, karya daur ulang seperti tas dan dekorasi dari sampah daur ulang. Dari profil di atas, menarik untuk dicatat bahwa ada kesamaan dalam: Mereka berjiwa wirausaha, kreatif, inovatif, dan sadar sosial. 

Negara ini membutuhkan lebih banyak orang seperti dia yang dapat menyeimbangkan kegiatan bisnis dan sosial. 

Tentu saja, para wirausahawan sosial ini  masih memiliki jalan panjang untuk membuktikan bahwa mereka adalah wirausahawan sosial sejati.

Peran kewirausahaan sosial dalam pembangunan ekonomi 

Peran kewirausahaan sosial dapat menjadi penting baik secara internal maupun eksternal. 

Secara internal, peran wirausahawan sosial adalah memecah tingkat ketergantungan pada orang lain, menciptakan kepercayaan diri dan meningkatkan daya tarik penulis. Dari perspektif luar, kewirausahaan dapat berperan dalam memberikan kesempatan kerja kepada orang-orang yang tidak memiliki kesempatan kerja. 

Dengan cara ini, kewirausahaan dapat membantu memecahkan atau menghilangkan tingkat pengangguran dan masalah sosial lainnya yang selama ini membebani pikiran masyarakat. 

Kewirausahaan sosial juga mempengaruhi pembangunan ekonomi karena dapat memberikan nilai-nilai sosial dan ekonomi kreatif seperti yang dijelaskan oleh Santosa (2007) : 

a. Menciptakan lapangan kerja Manfaat ekonomi yang dirasakan dari kewirausahaan sosial di berbagai negara adalah penciptaan lapangan kerja baru, yang telah meningkat secara signifikan. 

Berinovasi dan menciptakan produk atau layanan baru yang dibutuhkan masyarakat. 

Inovasi dan penciptaan pelayanan sosial yang belum diurus oleh negara dapat dilakukan oleh kelompok-kelompok usaha sosial, misalnya: penanggulangan HIV dan narkoba, pemberantasan buta huruf, gizi buruk. Seringkali standar pelayanan yang diberikan oleh pemerintah gagal karena terlalu kaku untuk memenuhi standar yang telah ditetapkan. Di sisi lain, wirausahawan sosial lolos begitu saja karena dilakukan dengan dedikasi dan melenceng dari misi sosial. 

c. Menjadi Modal Sosial 

Modal sosial yang terdiri dari saling pengertian (shared value), kepercayaan (trust), dan budaya kolaboratif (collaborative culture), merupakan bentuk modal terpenting yang dapat diciptakan oleh wirausahawan sosial (Leadbeater dalam Santosa, 2007). Siklus modal sosial dimulai dengan wirausahawan sosial terlebih dahulu mengumpulkan modal sosial. Selain itu, terbangun jaringan kepercayaan dan kerjasama yang semakin berkembang sehingga terbangun pembangunan fisik, aspek finansial dan ketersediaan sumber daya manusia. Ketika unit bisnis (modal organisasi) terbentuk dan ketika perusahaan sosial mulai menguntungkan, lebih banyak ruang sosial dibangun. Di bawah ini adalah deskripsi dari “keutamaan modal sosial” yang dikemukakan oleh Leadbeater dalam Santosa (2007). d. Peningkatan pemerataan 

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah terwujudnya pemerataan dan keadilan dalam kesejahteraan masyarakat. 

Melalui kewirausahaan sosial, tujuan itu terwujud, karena para pengusaha yang awalnya hanya memikirkan keuntungan sebesar-besarnya, kemudian mulai memikirkan distribusi pendapatan untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Keberhasilan Grameen Bank adalah bukti keunggulan ini. Studi 

Nega (2013) tentang dampak kewirausahaan sosial pada pembangunan ekonomi di Afrika menyimpulkan bahwa kewirausahaan sosial memainkan peran penting dalam pembangunan, di mana kewirausahaan sosial mempromosikan pengembangan masyarakat di antara berbagai kelompok orang yang dapat mempromosikan pembangunan. 

Selain itu, kewirausahaan sosial mempromosikan pemecahan masalah yang secara kreatif mengembangkan keterampilan masyarakat. 

Wirausahawan sosial memainkan peran penting dalam mempromosikan inisiatif dari berbagai sektor (pemerintah, masyarakat dan perusahaan) untuk memenuhi tantangan ekonomi dan sosial dari wilayah dan masyarakat lokal (Squazzoni, 2008). 

Inisiatif lintas sektor diperlukan untuk meningkatkan kapasitas daerah atau masyarakat untuk mengorganisir solusi inovatif untuk masalah sosial ekonomi di luar batas pasar dan lembaga negara. 

 

KESIMPULAN 

Kewirausahaan sosial adalah suatu bentuk usaha yang bertujuan untuk membantu masyarakat. Kewirausahaan sosial dapat menjadi bentuk wirausaha sosial, tetapi tidak semua wirausaha sosial merupakan bentuk wirausaha sosial. 

Kewirausahaan sosial adalah inisiatif inovatif (finansial atau non-keuangan, menguntungkan atau nirlaba). Kewirausahaan sosial melihat masalah sebagai peluang untuk membentuk model bisnis baru yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Hasil yang ingin dicapai bukanlah keuntungan materi atau kepuasan pelanggan, tetapi bagaimana gagasan yang disampaikan dapat memberikan dampak yang baik bagi masyarakat. 

Perkembangan ekonomi Indonesia masih menyisakan banyak masalah sosial dan lingkungan. Dan tentunya peran masyarakat setempat sangat dibutuhkan untuk membantu pemerintah mengatasi banyak permasalahan tersebut. Peran masyarakat sekitar yang dapat dilakukan adalah implementasi social entrepreneurship yaitu melakukan usaha yang dapat membantu permasalahan sosial. 

Kewirausahaan sosial saat ini merupakan fenomena yang menarik karena memiliki banyak perbedaan dari kewirausahaan tradisional. Sementara kewirausahaan tradisional lebih berfokus pada pendapatan materi dan hanya pada kepuasan pelanggan, kewirausahaan sosial melibatkan berbagai ilmu dalam pengembangan dan praktik di lapangan. 

Meskipun banyak orang berpikir bahwa kewirausahaan sosial hanyalah sebuah kegiatan sosial, kewirausahaan sosial pada dasarnya adalah sebuah bisnis. Sebagai sebuah perusahaan, kewirausahaan sosial tidak dapat dipisahkan dari aturan kehidupan bisnis pada umumnya, dan kewirausahaan sosial juga memerlukan alat ukur untuk menarik investor untuk pengembangan bisnis. Penelitian dan kajian lebih lanjut dapat menggunakan metodologi komputer yang menggabungkan kepentingan pelaku wirausaha sosial dan investor melalui Social Return on Investment (SROI). Sementara SROI memungkinkan wirausahawan sosial dan investor untuk menentukan beberapa parameter yang kemudian dikuantifikasi sebagai komponen perhitungan investasi. 

 Keberlanjutan finansial dan kelembagaan selalu menjadi tantangan terbesar kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial dapat mengembangkan dua alternatif kemitraan, yaitu kemitraan dengan lembaga publik dan kemitraan dengan dunia usaha.